Senin, 18 Januari 2016

OPEN YOUR MIND BEFORE OPEN YOUR MOUTH

Tulisan yang berjudul "OPEN YOUR MIND BEFORE OPEN YOUR MOUTH" merupakan hasil refleksi dari intuisi dan pengalaman selama mengikuti perkulian Filsafat Ilmu yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.. Sehingga pengalaman yang tertuang dalam isi dari tulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca. Akhir kata, selamat membaca…..

OPEN YOUR MIND BEFORE OPEN YOUR MOUTH

 

1.        Pendahuluan

Filsafat merupakan olah pikir manusia. Di sanalah diperlukan kebebasan dalam berpikir sehingga tercipta pulalah kebebasan dalam berfilsafat. Hal ini disadari selama perkuliahan filsafat karena disanalah tidak aku temukan doktrin untuk mengkotak-kotakkan pemikiran kami sebagai mahasiswa.

Perkuliahan filsafat mengajarkan mahasiswa untuk menghargai adanya kebebasan. Kebebasan itu akhirnya mengantarkan manusia untuk saling menghormati ide pikiran yang dihasilkan oleh masing-masing individu. Kebebasan pikir itulah yang nantinya akan mengakibatkan terciptanya filsafat secara bebas. Kebebasan tersebut terikat oleh ruang dan waktu dan sebaik-baik mansuia adalah dia yang mampu berlaku sopan terhadap ruang dan waktu.

Kebebasan yang terikat ruang dan waktu mengarahkan pada kebebasan untuk diterjemahkan dan menerjemahkan segala yang ada dan yang mungkin ada. Jika diselami lebih jauh, kebebasan untuk menerjemahkan telah terfasilitasi dengan baik dalam setiap elegi yang terpublis dalam blog. Di sanalah ruang untuk berfilsafat terbuka lebar. Di sana pula mahasiswa mendapat kesematan secara luas untuk mengahasilkan filsafat menurut olah pikir mahasiswa.

Olah pikir manusia yang berwujud filsafat sejatinya akan mampu digapai orang lain jikalau hasil pikirnya telah dikomunikasikan dalam suatu media komunikasi. Inilah makna dari open your mind before open your mouth. Seseorang berfilsafat di dalam pemikirannya terlebih dahulu barulah kemudian hasil oleh pikirnya disampaikan agar dapat dikonsumsi oleh individu yang lainnya. Ibarat menyajikan suatu menu makanan, maka segala bahan yang diperlukan di masak terlbih dahulu, dicampur padukan sesuatu kebutuhan dan takaran barulah kemudian disajikan dengan tampilan dan citarasa yang telah dipersiapkan selama proses memasak. Begitulah filsafat, segala bahan untuk menghasilkan filsafat diproses di dalam pikiran, mencampurpadukan berbagai filsafat dari para filsuf dengan cara mensintesiskan thesis dan antithesis setiap pemikiran, barulah kemudian hasil dari olah pikir tersebut disajikan pada khalayak ramai untuk dinikmati dan direfleksikan dalam kehidupan para penikmat filsafat.

Dalam perjalanan perkuliahan filsafat, saya telah menemukan notion open your mind before open your mouth. Segala pemikiran seseorang sejatinya telah didasarkan pada pemikiran orang lain yang diterima melalui indera masing-masing individu. Segala yang tertangkap oleh indera akhirnya disintesiskan satu sama lain sehingga menelurkan filsafat baru. Thesis dan antithesis dari segala yang ada dan mungkin ada dalam perkuliahan memberikan saya pencerahan untuk mereflesksikan filsafat dalam bingkai notion open your mind before open your mouth. Hal ini karena saya mempercayai bahwa segala yang keluar dari mulut sejatinya telah mengalami proses olah pikir yang secara sadar atau tidak sadar terjadi di dalam pemikiran masing-masing individu.

 

2. Pembahasan

a. Dunia Filsafat

Dunia filsafat adalah dunia sederhana yang kompleks. Hal ini karena dalam filsafat hanya dibutuhkan satu buah kata tetapi dapat memunculkan beragam pemaknaan yang bahkan bersifat intensif dan ekstensif. Kompleksitas pemaknaan tersebut muncul karena adanya beragam pemikiran dari berbagai subjek pikir yang berbeda. Ini yang menunjukkan eksistensi filsafat itu sendiri. Kenapa? Karena masing-masing filsuf memiliki filsafatnya sendiri. Demikian juga pada manusia awam dan tribal lainnya. Merekapun memiliki filsafat masing-masing menurut taraf pikir mereka.

Dunia filsafat tidak hanya milik manusia, bahkan jika kita telusuri lebih dalam maka kita akan menemukan bahwa sejatinya jangkrikpun berfilsafat dengan caranya sendiri. Cara jangkrik berfilsafat menurut dunia jangkrik. Inilah yang mengakibatkan dimensi dalam filsafat. Seseorang mungkin tidak mengerti filsafatnya jangkrik, begitupun jangkrik belum tentu mengerti filsafatnya manusia. Bahkan saat ayam dan cacing berfilsafat, maka ayam merupakan dewanya cacing dan cacing adalah daksanya ayam. Itulah filsafat dan dimensi yang ada dalam filsafat.

Saat seseorang menolak adanya filsafat sekalipun, maka sejatinya orang itupun sedang berfilsafat. Penolakan tersebut adalah bentuk eksistensinya terhadap hasil olah pikirnya. Filsafat penolakan itupun merupakan bagian dari filsafat. Hal ini karena sejatinya filsafat adalah hasil olah pikir manusia bahkan untuk olah pikir yang menentang sekalipun.

 

b. Filsafat Olah Pikir

Filsafat adalah permainan logika. Filsafat itupun merupakan permaianan perasaan. Oleh karenanya hati dan pikiran haruslah seimbang. Hal ini karena jikalau seseorang hanya bermain logika maka manusia cenderung egiois, dan mansuia perlu parameter hati sebagai ukuran tindakan. Begitupun dengan perasaan, di sana terdapat sebuah ruang yang membutuhkan logika sebagai parameternya.

Apabila diibaratkan, maka hati adalah cahaya yang memancar kemana saja, tetapi dia membutuhkan akal atau logika yang membatasi pancaran cahayanya agar lebih terfokus dan memancarkan cahaya ke arah sasaran yang dituju. Dalam hati dan pikiran itulah sejatinya terjadi pergolakan antara kebenaran dan ketidakbenaran.

Filsafat sebagai bentuk olah pikir mengantarkan manusia untuk mempercayai bahwa kebenaran ada di dalam diri kita masing-masing. Tetapi jika selamanya orang hanya mengandalkan bahwa kebenaran berada pada diri kita sendiri maka manusia itu telah termakan kesombongan dan kesombongan adalah suatu mitos yang mengalahkan kebenaran logos. Orang lain berhak mengatakan A, B, ataupun C dan hal apapun yang mengadopasi dari luar, tetapi yang menemukan, mencari, merasakan manfaat, dan melakukannya adalah diri kita sendiri. Oleh karena itulah yang mendorong munculnya notion bahwa kebenaran merupakan diri kita sendiri.

Dalam perkuliahan dan hasil tes tanya jawab singkat, di sanalah aku menemukan bahwa memang sejatinya filsafat itu adalah diriku sendiri. Segala hal yang aku ucapkan tidaklah mampu menggapai filsafat orang lain secara sempurna. Manusia hanya mampu mengadopsi sebagian filsafat untuk direfleksikan dalam diri dan kehidupan. Inilah wujud nyata dari adanya ruang terbuka melalui pembelajaran berbasis blog dan kebebasan pikir yang terfasilitasi selama perkuliahan filsafat.

Akan tetapi jika menyadari bahwa dunia tidaklah bisa jika direpresentasikan dalam sesuatu yang parsial, maka ada kalanya kebenaran itu bisa datang dari orang lain. Itulah pentingnya sintesis dari berbagai hasil olah pikir. Jikalau seseorang tidak melakukan sintesis maka sejatinya dia telah membangun benteng pembatas atas pikirannya sendiri. Benteng tersebut adalah simbolisasi atas kesombongan yang menguasai hati dan pikiran manusia.

Filsafat secara epistemologi dapat direfleksikan sebagai usaha seseorang dalam mencari arah kecondongan seseorang untuk berfilsafat. Oleh karena itu tidaklah benar jikalau seseorang menganggap bahwa kebenaran hanya datang dalam diri kita masing-masing. Hal ini karena kecondongan filsafat seseorang sedikit banyak dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan dan orang lain. Dengan demikian muncul notion baru bahwa kebenaran tersebut ada di luar diri kita dan itulah wujud dari kebenaran ada pada diri orang lain. Jikalau kita tertutupi oleh pandangan bahwa kebenaran hanya pada diri kita sendiri maka akan muncul kecenderungan untuk menyalahkan orang lain. Di sanalah letak keegoisan yang menyelimuti hati dan pikiran seseorang, Akibatnya olah pikir yang dihasilkan akan merujuk pada keegoisan masing-masing individu.

Selain merujuk pada epistemologi filsafat, ranah aksiologi dapat memunculkan nilai dari filsafat itu sendiri. Hal inilah yang selama ini tidak aku sadari jikalau tidak mengikuti pemikiran filsafat secara intensif dan mendalam selama perkuliahan. Aksiologi tersebut akan memunculkan berbagai penilaian seseorang yang mengarahkan filsafat orang tersebut juga. Penialaian baik buruk, indah atau tidak indah, besar-kecil, tinggi-rendah, sopan-tidak sopan, dan berbagai penilaian lainnya, merupakan output dari filsafat individu sebagai hasil olah pikir mereka menurut pada aksiologi folsafat tersebut.

Jikalau seseorang telah menggapai aksiologi filsafat maka seseorang mampu membedakan dan mengajarkan nilai-nilai dalam filsafat. Akan tetapi inipun harus didasarkan pada epistemologi yang kuat. Jikalau seseorang tumpul epistemologinya, maka dalam menyampaikan ilmu kepada orang lain tidak akan mampu menggapai intensif dan ekstensif hanya jika penyampaian tersebut didasarkan pada ranah aksiologi filsafat. Oleh karena itu, filsafat memang merupakan hasil olah pikir dan merupakan implementasi dari hasil pemikiran seseorang.

 

c. Filsafat Ada dan Mungkin Ada

Open your mind before open your mouth erat kaitannya dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Perlulah kiranya seseorang untuk mengetahui segala yang ada dan yang mungkin ada sebelum mengungkapkan yang ada dan yang mungkin ada tersebut. Dalam perkuliahan filsafat pun telah ditegaskan bahwa sejatinya objek filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada.

Terkait adanya keberadaam ada dan yang mungkin ada tersebut diperlukan adanya suatu pengada yang mengada segala yang ada dan yang mungkin ada sehingga keberadaannya menjadi ada. Dalam perkuliahan filsafatpun aku mampu mengenal sosok Socrates dan pemikirannya yang berfokus bahwa sesungguhnya aku tidak tau segala hal. Bahkan sampai diri kita sendiripun kita tidak mengetahui bagaimana, apa, siapa, dan dimana diri kita.

Hal sederhana dalam diri sendiripun manusia tidak mampu menggapai pengetahuannya, bagaimana dengan menilai orang lain? Padahal sebatas untuk mengenal dirinya sendiri sajapun manusia tidaklah mampu. Oleh karena itu, tiada alasan bagi manusia untuk berlaku sombong terhadap sesama bahkan sombong kepada sang Pencipta. Hal ini karena sejatinya manusia tidaklah mampu menggapai taunya dibandingkan ketidaktahuannya. Semilyar pangkat semilyarpun seseorang berusaha untuk tau, maka masih tetap ada semilyyar pangkat semilyar yang tidak manusia ketahui.

Merujuk pada perkuliahan filsafat, maka bangunan yang di perlukan pertama kali adalah bangunan ada, segala yang bisa dijangkau, dan yang tampak nyata. Itulah pemikiran menurut Aristoteles. Jika kita realisasikan dalam kehidupan, misalnya dompet ini ada tetapi saat disembunyikan maka dompet ini tidak ada. Ketiadaan sejatinya ada karena adanya hal yang ada. Aristoteles berangkat dari pengalaman apa yang terlihat dan kemudian dimemorikan. Inilah awal mulanya perdebatan antara yang aliran realisme dan idelaisme yang kerap kali diperdendangkan dalam perkuliahan filsafat.

Perdebatan tersebut misalnya juga terdapat pada segala yang mistis. Bahkan hal mistis tersebut juga merupakan wujud dari adanya realisme. Misalnya ada sekelompok orang yang sedang berkumpul kemudian ada beberapa diantaranya yang mengalami kesurupan. Secara positivisme maka sesuatu itu tidak ada tetapi secara realisme hal itu ada, dan benar bahwa dia memanglah kesurupan. Akan tetapi kesurupan tersebut itupun hanya daat diakui kebenaran dalam ranah idealisme semata. Hal ini sejatinya merupakan bentuk dari relativisme. Menurut orang A ada maka menurut orang B maka belum tentu hal itu ada. Pemikiran seseorang yang kemudian menjadi sutau filsafat sejatinya memanglah hasil oalh pikir segala ang ada dan yang mungkin da untuk selanjutnya segala yang telah terpikirkan tersebut baru dapat diungkapkan dan dikomunikasikan sehingga orang lain tau segala yang ada dan yang mungkin ada yang telah kita pikirkan.

 

d. Filsafat Bukanlah Suatu Kebetulan

Filsafat ada pada berbagai generasi. Bahkan anak kecil sekalipun sejatinya telah berfilsafat dan memiliki filsafat menurut dunia pikirnya. Berbagai keadaan menuntut seseorang untuk mengasilkan filsafat menurut ruang dan waktunya.

Dalam kehidupan, segala yang ada dan yang mungkin ada merupakan hasil olah pikir manusia. Saat seseorang berpikir tentang yang mungkin ada, maka sejatinya itu adalah hal yang ada. Jikalau seseorang tidak memikirkan yang ada, maka sejatinya itulah sesuatu yang mungkin ada. Oleh karena itu, segala yang ada dan yang mungkin ada bukanlah suatu kebetulan, tetapi ada berdasarkan hasil olah pikir manusia.

Adanya asumsi bahwa segala sesuatu berangkat dari kebetulan semata merupakan hal yang tidak diakui dalam notion open your mind before open your mouth. Ini karena sejatinya segala sesuatu yang ada itu pasti ada permulaan terhadap hal yang ada. Inilah awal mula munculnya hegel yang mengakui keberadaan sejarah dalam berbagai kondisi menurut ruang dan waktunya.

Istilah jasmerah (jangan sekali-kali merupakan sejarah) adalah bukti lain dari fakta bahwa menang segala yang ada tidaklah sutau kebetulan semata. Seperti layaknya adanya suatu akibat maka pastilah karena adanya suatu sebab. Jika di perdaalam untuk masing-masing sebab akibatnya, maka sejatinya puncak tertinggi atas segala rangkaian adalah Tuhan. Itulah sebabnya diperlukan batasan adab dan koridor spiritual untuk menjaga ketidakteraturan filsafat. Bahkan jikalau frame tersebut dilewati maka di sanalah terdapat kepicikan dan kearoganan. Oleh karenanya, spiritual merupakan batasan kehidupan yang mengantarkan manusia pada tercapainya kualitas kehidupan yang mengarah pada kesempurnaan.

Dalam sains, seseorang kebanyakan berfikir logis menurut aturan dan rumus yang telah mereka bangun. Inilah yang dipercaya sebagai adanya keteraturan dan adanya ketidaksengajaan akan hal tersebut. Padahal kita tau bahwa keteraturan yang terjadi itu tidak ada yang sempurna. Bahkan jikalau diperdalam darimana keteraturan tersebut dapat tercipta maka di sanalah ruang spiritual berbicara karena segala yang ada di dunia ini bahkan keteraturan yang ada itupun sesungguhnya memiliki pemilik yang telah mengaturnya.

Berdasarkan penjelasan bahwa sesuatu tersebut bukanlah suatu kebetulan semata, maka penting kiranya bagi seseorang untuk memperhatikan proses yang terjadi sabelum menghasilkan sesuatu. Misalnya saat seseorang hendak berucap atau mengkomunikasikan suatu hal, penting kiranya bagi individu untuk memikirkan apa yang akan diucapkannya terlebih dahulu.

 

e. Komunikasi Berasal dari Hasil Olah Pikir

Sebelum berbicara maka sejatinya manusia harus berfikir sesuai ruang dan waktu. Pikiran itupun haruslah sehat dan jernih mengikuti kebenaran yang ada pada ruang dan waktu. Kebijasanaan dalam menentukan bicara itupun memerlukan suatu parameter. Dan paramer atas komunikasi bijak seseorang adalah olah pikir dari orang tersebut. Hal ini karean olah pikir berkaitan erat dengan hasil ucapan seseorang.

Jikalau seseorang berbicara tanpa didasari oleh olah pikir, maka sejatinya segala yang diucapkan adalah hal yang ngelantur, tidak jelas, tdak terarah bahkan bisa jadi tidak memiliki makna. Hasil olah pikir merupakan bukti bahwa seseorang itu ada. Keberadaan manusia itupun dibuktikan oleh adanya hasil buah pikir seseorang berupa filsafat yang dihasilkan.

Segala yang ada di alam dan berfilsafat maka fokus filsafatnya adalah pola pikir. Pentingnya seseorang untuk berikir terlebih dahulu didasari karena sejatinya dalam kehidupan dibutuhkan komunikasi yang sehat. Komunikasi sehat itu dibangun atas dasar efektivitas dan efisiensi waktu dalam berkomunikasi. Komunikasi filsafat itu dapat berupa tulisan maulun lisan. Komunikasi dapat pula berbentuk verbal maupun simbolik.

Filsafat seseorang sesuai tingkat dan pola pikir manusia. Dengan filsafat, seseorang dapat menyampaikan suatu jawaban atas permasalahan yang tidak selamanya mutlak hanya satu jawaban. Inipulalah yang mengakibatkan seseornag mampu berpikir multijawaban sesuai dengan ruang dan waktunya.

Dalam filsafat, seseorang dituntut untuk berpikir terlebih dahulu dan pikiran itulah yang mengantarkan manusia pada kemampuan untuk mengunggat, menyanggah dan menilai sutau hal. Dengan berpikir, seseorang mampu menemukan ide secara rasional. Perlu diketahui bahwa jawaban yang diucapkan secara lisan tidak selamanya mutlak hanya pada satu karakter. Hasil ucapan berupa filsafat yang keluar dari mulut seseorang merupan hasil saringan dari berbagai ide yang telah diproses dalam alam pikir manusia.

Hasil olahan alam pikir tersebut merupakan wujud dari rasionalisasi ucapan dan kesinergian ucapan dengan pikiran. Tidaklah tepat kiranya jikalau seseorang banyak bicara tanpa didasari oleh sesuatu apapun. Ucapan merupakan wujud dari adanya akibat atas olah pikir seseorang. Hasil buah pikir itulah yang nantinya dikomunikasikan. Apa yang dipikirkan adalah sesuatu yang ada dan yang mungkin dan yang dipikirkan itupun harus disesuaikan dengn ruang dan waktunya.

Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa pembeda manusia dengan makhluk lainnya adalah pada akalnya. Inilah hal inti dari open your mind before open your mouth. Manusia memiliki hal yang tidak dimiliki oleh tumbuhan dan hewan yaitu akal pikiran dan budinya. Oleh karena itu dalam konteks ini pola pikir tersebut digunakan untuk menganalisis sehingga jawaban yang dihasilkan lebih fleksibel sesuai konteks dan sopan terhadap ruang dan waktu. Manusia memiliki kemampuan untuk menimbang dan memilih dalam akalnya sehingga segala yang terucap merupakan hasil saringan atas segala hasil olah pikirnya.

 

3. Penutup

Berdasarkan perkuliahan yang selama ini saya jalani dalam matakuliah filsafat, maka saya menemukan notion open your mind before open your mouth. Hal ini karena seseorang dalam menghasilkan ucapan untuk mereka komunikasikan adalah berdasarkan proses olah pikir atas apa yang ingin diucapkannya tersebut. Kualitas ucapan yang dihasilkanpun dipengaruhi oleh kualitas pikirnya. Oleh karena itu seorang filsuf, Socrates pun mengungkapkan pentingnya open your mind before open your mouth. Hal ini memiliki makna bahwa penting kiranya bagi seseorang untuk mencobalah dulu, baru cerita. Pahamilah dulu, baru menjawab. Pikirlah dulu, baru berkata. Dengarlah dulu, baru beri penilaian. Bekerjalah dulu baru berharap.

0 komentar:

Posting Komentar