This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 18 Januari 2016

OPEN YOUR MIND BEFORE OPEN YOUR MOUTH

Tulisan yang berjudul "OPEN YOUR MIND BEFORE OPEN YOUR MOUTH" merupakan hasil refleksi dari intuisi dan pengalaman selama mengikuti perkulian Filsafat Ilmu yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.. Sehingga pengalaman yang tertuang dalam isi dari tulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca. Akhir kata, selamat membaca…..

OPEN YOUR MIND BEFORE OPEN YOUR MOUTH

 

1.        Pendahuluan

Filsafat merupakan olah pikir manusia. Di sanalah diperlukan kebebasan dalam berpikir sehingga tercipta pulalah kebebasan dalam berfilsafat. Hal ini disadari selama perkuliahan filsafat karena disanalah tidak aku temukan doktrin untuk mengkotak-kotakkan pemikiran kami sebagai mahasiswa.

Perkuliahan filsafat mengajarkan mahasiswa untuk menghargai adanya kebebasan. Kebebasan itu akhirnya mengantarkan manusia untuk saling menghormati ide pikiran yang dihasilkan oleh masing-masing individu. Kebebasan pikir itulah yang nantinya akan mengakibatkan terciptanya filsafat secara bebas. Kebebasan tersebut terikat oleh ruang dan waktu dan sebaik-baik mansuia adalah dia yang mampu berlaku sopan terhadap ruang dan waktu.

Kebebasan yang terikat ruang dan waktu mengarahkan pada kebebasan untuk diterjemahkan dan menerjemahkan segala yang ada dan yang mungkin ada. Jika diselami lebih jauh, kebebasan untuk menerjemahkan telah terfasilitasi dengan baik dalam setiap elegi yang terpublis dalam blog. Di sanalah ruang untuk berfilsafat terbuka lebar. Di sana pula mahasiswa mendapat kesematan secara luas untuk mengahasilkan filsafat menurut olah pikir mahasiswa.

Olah pikir manusia yang berwujud filsafat sejatinya akan mampu digapai orang lain jikalau hasil pikirnya telah dikomunikasikan dalam suatu media komunikasi. Inilah makna dari open your mind before open your mouth. Seseorang berfilsafat di dalam pemikirannya terlebih dahulu barulah kemudian hasil oleh pikirnya disampaikan agar dapat dikonsumsi oleh individu yang lainnya. Ibarat menyajikan suatu menu makanan, maka segala bahan yang diperlukan di masak terlbih dahulu, dicampur padukan sesuatu kebutuhan dan takaran barulah kemudian disajikan dengan tampilan dan citarasa yang telah dipersiapkan selama proses memasak. Begitulah filsafat, segala bahan untuk menghasilkan filsafat diproses di dalam pikiran, mencampurpadukan berbagai filsafat dari para filsuf dengan cara mensintesiskan thesis dan antithesis setiap pemikiran, barulah kemudian hasil dari olah pikir tersebut disajikan pada khalayak ramai untuk dinikmati dan direfleksikan dalam kehidupan para penikmat filsafat.

Dalam perjalanan perkuliahan filsafat, saya telah menemukan notion open your mind before open your mouth. Segala pemikiran seseorang sejatinya telah didasarkan pada pemikiran orang lain yang diterima melalui indera masing-masing individu. Segala yang tertangkap oleh indera akhirnya disintesiskan satu sama lain sehingga menelurkan filsafat baru. Thesis dan antithesis dari segala yang ada dan mungkin ada dalam perkuliahan memberikan saya pencerahan untuk mereflesksikan filsafat dalam bingkai notion open your mind before open your mouth. Hal ini karena saya mempercayai bahwa segala yang keluar dari mulut sejatinya telah mengalami proses olah pikir yang secara sadar atau tidak sadar terjadi di dalam pemikiran masing-masing individu.

 

2. Pembahasan

a. Dunia Filsafat

Dunia filsafat adalah dunia sederhana yang kompleks. Hal ini karena dalam filsafat hanya dibutuhkan satu buah kata tetapi dapat memunculkan beragam pemaknaan yang bahkan bersifat intensif dan ekstensif. Kompleksitas pemaknaan tersebut muncul karena adanya beragam pemikiran dari berbagai subjek pikir yang berbeda. Ini yang menunjukkan eksistensi filsafat itu sendiri. Kenapa? Karena masing-masing filsuf memiliki filsafatnya sendiri. Demikian juga pada manusia awam dan tribal lainnya. Merekapun memiliki filsafat masing-masing menurut taraf pikir mereka.

Dunia filsafat tidak hanya milik manusia, bahkan jika kita telusuri lebih dalam maka kita akan menemukan bahwa sejatinya jangkrikpun berfilsafat dengan caranya sendiri. Cara jangkrik berfilsafat menurut dunia jangkrik. Inilah yang mengakibatkan dimensi dalam filsafat. Seseorang mungkin tidak mengerti filsafatnya jangkrik, begitupun jangkrik belum tentu mengerti filsafatnya manusia. Bahkan saat ayam dan cacing berfilsafat, maka ayam merupakan dewanya cacing dan cacing adalah daksanya ayam. Itulah filsafat dan dimensi yang ada dalam filsafat.

Saat seseorang menolak adanya filsafat sekalipun, maka sejatinya orang itupun sedang berfilsafat. Penolakan tersebut adalah bentuk eksistensinya terhadap hasil olah pikirnya. Filsafat penolakan itupun merupakan bagian dari filsafat. Hal ini karena sejatinya filsafat adalah hasil olah pikir manusia bahkan untuk olah pikir yang menentang sekalipun.

 

b. Filsafat Olah Pikir

Filsafat adalah permainan logika. Filsafat itupun merupakan permaianan perasaan. Oleh karenanya hati dan pikiran haruslah seimbang. Hal ini karena jikalau seseorang hanya bermain logika maka manusia cenderung egiois, dan mansuia perlu parameter hati sebagai ukuran tindakan. Begitupun dengan perasaan, di sana terdapat sebuah ruang yang membutuhkan logika sebagai parameternya.

Apabila diibaratkan, maka hati adalah cahaya yang memancar kemana saja, tetapi dia membutuhkan akal atau logika yang membatasi pancaran cahayanya agar lebih terfokus dan memancarkan cahaya ke arah sasaran yang dituju. Dalam hati dan pikiran itulah sejatinya terjadi pergolakan antara kebenaran dan ketidakbenaran.

Filsafat sebagai bentuk olah pikir mengantarkan manusia untuk mempercayai bahwa kebenaran ada di dalam diri kita masing-masing. Tetapi jika selamanya orang hanya mengandalkan bahwa kebenaran berada pada diri kita sendiri maka manusia itu telah termakan kesombongan dan kesombongan adalah suatu mitos yang mengalahkan kebenaran logos. Orang lain berhak mengatakan A, B, ataupun C dan hal apapun yang mengadopasi dari luar, tetapi yang menemukan, mencari, merasakan manfaat, dan melakukannya adalah diri kita sendiri. Oleh karena itulah yang mendorong munculnya notion bahwa kebenaran merupakan diri kita sendiri.

Dalam perkuliahan dan hasil tes tanya jawab singkat, di sanalah aku menemukan bahwa memang sejatinya filsafat itu adalah diriku sendiri. Segala hal yang aku ucapkan tidaklah mampu menggapai filsafat orang lain secara sempurna. Manusia hanya mampu mengadopsi sebagian filsafat untuk direfleksikan dalam diri dan kehidupan. Inilah wujud nyata dari adanya ruang terbuka melalui pembelajaran berbasis blog dan kebebasan pikir yang terfasilitasi selama perkuliahan filsafat.

Akan tetapi jika menyadari bahwa dunia tidaklah bisa jika direpresentasikan dalam sesuatu yang parsial, maka ada kalanya kebenaran itu bisa datang dari orang lain. Itulah pentingnya sintesis dari berbagai hasil olah pikir. Jikalau seseorang tidak melakukan sintesis maka sejatinya dia telah membangun benteng pembatas atas pikirannya sendiri. Benteng tersebut adalah simbolisasi atas kesombongan yang menguasai hati dan pikiran manusia.

Filsafat secara epistemologi dapat direfleksikan sebagai usaha seseorang dalam mencari arah kecondongan seseorang untuk berfilsafat. Oleh karena itu tidaklah benar jikalau seseorang menganggap bahwa kebenaran hanya datang dalam diri kita masing-masing. Hal ini karena kecondongan filsafat seseorang sedikit banyak dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan dan orang lain. Dengan demikian muncul notion baru bahwa kebenaran tersebut ada di luar diri kita dan itulah wujud dari kebenaran ada pada diri orang lain. Jikalau kita tertutupi oleh pandangan bahwa kebenaran hanya pada diri kita sendiri maka akan muncul kecenderungan untuk menyalahkan orang lain. Di sanalah letak keegoisan yang menyelimuti hati dan pikiran seseorang, Akibatnya olah pikir yang dihasilkan akan merujuk pada keegoisan masing-masing individu.

Selain merujuk pada epistemologi filsafat, ranah aksiologi dapat memunculkan nilai dari filsafat itu sendiri. Hal inilah yang selama ini tidak aku sadari jikalau tidak mengikuti pemikiran filsafat secara intensif dan mendalam selama perkuliahan. Aksiologi tersebut akan memunculkan berbagai penilaian seseorang yang mengarahkan filsafat orang tersebut juga. Penialaian baik buruk, indah atau tidak indah, besar-kecil, tinggi-rendah, sopan-tidak sopan, dan berbagai penilaian lainnya, merupakan output dari filsafat individu sebagai hasil olah pikir mereka menurut pada aksiologi folsafat tersebut.

Jikalau seseorang telah menggapai aksiologi filsafat maka seseorang mampu membedakan dan mengajarkan nilai-nilai dalam filsafat. Akan tetapi inipun harus didasarkan pada epistemologi yang kuat. Jikalau seseorang tumpul epistemologinya, maka dalam menyampaikan ilmu kepada orang lain tidak akan mampu menggapai intensif dan ekstensif hanya jika penyampaian tersebut didasarkan pada ranah aksiologi filsafat. Oleh karena itu, filsafat memang merupakan hasil olah pikir dan merupakan implementasi dari hasil pemikiran seseorang.

 

c. Filsafat Ada dan Mungkin Ada

Open your mind before open your mouth erat kaitannya dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Perlulah kiranya seseorang untuk mengetahui segala yang ada dan yang mungkin ada sebelum mengungkapkan yang ada dan yang mungkin ada tersebut. Dalam perkuliahan filsafat pun telah ditegaskan bahwa sejatinya objek filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada.

Terkait adanya keberadaam ada dan yang mungkin ada tersebut diperlukan adanya suatu pengada yang mengada segala yang ada dan yang mungkin ada sehingga keberadaannya menjadi ada. Dalam perkuliahan filsafatpun aku mampu mengenal sosok Socrates dan pemikirannya yang berfokus bahwa sesungguhnya aku tidak tau segala hal. Bahkan sampai diri kita sendiripun kita tidak mengetahui bagaimana, apa, siapa, dan dimana diri kita.

Hal sederhana dalam diri sendiripun manusia tidak mampu menggapai pengetahuannya, bagaimana dengan menilai orang lain? Padahal sebatas untuk mengenal dirinya sendiri sajapun manusia tidaklah mampu. Oleh karena itu, tiada alasan bagi manusia untuk berlaku sombong terhadap sesama bahkan sombong kepada sang Pencipta. Hal ini karena sejatinya manusia tidaklah mampu menggapai taunya dibandingkan ketidaktahuannya. Semilyar pangkat semilyarpun seseorang berusaha untuk tau, maka masih tetap ada semilyyar pangkat semilyar yang tidak manusia ketahui.

Merujuk pada perkuliahan filsafat, maka bangunan yang di perlukan pertama kali adalah bangunan ada, segala yang bisa dijangkau, dan yang tampak nyata. Itulah pemikiran menurut Aristoteles. Jika kita realisasikan dalam kehidupan, misalnya dompet ini ada tetapi saat disembunyikan maka dompet ini tidak ada. Ketiadaan sejatinya ada karena adanya hal yang ada. Aristoteles berangkat dari pengalaman apa yang terlihat dan kemudian dimemorikan. Inilah awal mulanya perdebatan antara yang aliran realisme dan idelaisme yang kerap kali diperdendangkan dalam perkuliahan filsafat.

Perdebatan tersebut misalnya juga terdapat pada segala yang mistis. Bahkan hal mistis tersebut juga merupakan wujud dari adanya realisme. Misalnya ada sekelompok orang yang sedang berkumpul kemudian ada beberapa diantaranya yang mengalami kesurupan. Secara positivisme maka sesuatu itu tidak ada tetapi secara realisme hal itu ada, dan benar bahwa dia memanglah kesurupan. Akan tetapi kesurupan tersebut itupun hanya daat diakui kebenaran dalam ranah idealisme semata. Hal ini sejatinya merupakan bentuk dari relativisme. Menurut orang A ada maka menurut orang B maka belum tentu hal itu ada. Pemikiran seseorang yang kemudian menjadi sutau filsafat sejatinya memanglah hasil oalh pikir segala ang ada dan yang mungkin da untuk selanjutnya segala yang telah terpikirkan tersebut baru dapat diungkapkan dan dikomunikasikan sehingga orang lain tau segala yang ada dan yang mungkin ada yang telah kita pikirkan.

 

d. Filsafat Bukanlah Suatu Kebetulan

Filsafat ada pada berbagai generasi. Bahkan anak kecil sekalipun sejatinya telah berfilsafat dan memiliki filsafat menurut dunia pikirnya. Berbagai keadaan menuntut seseorang untuk mengasilkan filsafat menurut ruang dan waktunya.

Dalam kehidupan, segala yang ada dan yang mungkin ada merupakan hasil olah pikir manusia. Saat seseorang berpikir tentang yang mungkin ada, maka sejatinya itu adalah hal yang ada. Jikalau seseorang tidak memikirkan yang ada, maka sejatinya itulah sesuatu yang mungkin ada. Oleh karena itu, segala yang ada dan yang mungkin ada bukanlah suatu kebetulan, tetapi ada berdasarkan hasil olah pikir manusia.

Adanya asumsi bahwa segala sesuatu berangkat dari kebetulan semata merupakan hal yang tidak diakui dalam notion open your mind before open your mouth. Ini karena sejatinya segala sesuatu yang ada itu pasti ada permulaan terhadap hal yang ada. Inilah awal mula munculnya hegel yang mengakui keberadaan sejarah dalam berbagai kondisi menurut ruang dan waktunya.

Istilah jasmerah (jangan sekali-kali merupakan sejarah) adalah bukti lain dari fakta bahwa menang segala yang ada tidaklah sutau kebetulan semata. Seperti layaknya adanya suatu akibat maka pastilah karena adanya suatu sebab. Jika di perdaalam untuk masing-masing sebab akibatnya, maka sejatinya puncak tertinggi atas segala rangkaian adalah Tuhan. Itulah sebabnya diperlukan batasan adab dan koridor spiritual untuk menjaga ketidakteraturan filsafat. Bahkan jikalau frame tersebut dilewati maka di sanalah terdapat kepicikan dan kearoganan. Oleh karenanya, spiritual merupakan batasan kehidupan yang mengantarkan manusia pada tercapainya kualitas kehidupan yang mengarah pada kesempurnaan.

Dalam sains, seseorang kebanyakan berfikir logis menurut aturan dan rumus yang telah mereka bangun. Inilah yang dipercaya sebagai adanya keteraturan dan adanya ketidaksengajaan akan hal tersebut. Padahal kita tau bahwa keteraturan yang terjadi itu tidak ada yang sempurna. Bahkan jikalau diperdalam darimana keteraturan tersebut dapat tercipta maka di sanalah ruang spiritual berbicara karena segala yang ada di dunia ini bahkan keteraturan yang ada itupun sesungguhnya memiliki pemilik yang telah mengaturnya.

Berdasarkan penjelasan bahwa sesuatu tersebut bukanlah suatu kebetulan semata, maka penting kiranya bagi seseorang untuk memperhatikan proses yang terjadi sabelum menghasilkan sesuatu. Misalnya saat seseorang hendak berucap atau mengkomunikasikan suatu hal, penting kiranya bagi individu untuk memikirkan apa yang akan diucapkannya terlebih dahulu.

 

e. Komunikasi Berasal dari Hasil Olah Pikir

Sebelum berbicara maka sejatinya manusia harus berfikir sesuai ruang dan waktu. Pikiran itupun haruslah sehat dan jernih mengikuti kebenaran yang ada pada ruang dan waktu. Kebijasanaan dalam menentukan bicara itupun memerlukan suatu parameter. Dan paramer atas komunikasi bijak seseorang adalah olah pikir dari orang tersebut. Hal ini karean olah pikir berkaitan erat dengan hasil ucapan seseorang.

Jikalau seseorang berbicara tanpa didasari oleh olah pikir, maka sejatinya segala yang diucapkan adalah hal yang ngelantur, tidak jelas, tdak terarah bahkan bisa jadi tidak memiliki makna. Hasil olah pikir merupakan bukti bahwa seseorang itu ada. Keberadaan manusia itupun dibuktikan oleh adanya hasil buah pikir seseorang berupa filsafat yang dihasilkan.

Segala yang ada di alam dan berfilsafat maka fokus filsafatnya adalah pola pikir. Pentingnya seseorang untuk berikir terlebih dahulu didasari karena sejatinya dalam kehidupan dibutuhkan komunikasi yang sehat. Komunikasi sehat itu dibangun atas dasar efektivitas dan efisiensi waktu dalam berkomunikasi. Komunikasi filsafat itu dapat berupa tulisan maulun lisan. Komunikasi dapat pula berbentuk verbal maupun simbolik.

Filsafat seseorang sesuai tingkat dan pola pikir manusia. Dengan filsafat, seseorang dapat menyampaikan suatu jawaban atas permasalahan yang tidak selamanya mutlak hanya satu jawaban. Inipulalah yang mengakibatkan seseornag mampu berpikir multijawaban sesuai dengan ruang dan waktunya.

Dalam filsafat, seseorang dituntut untuk berpikir terlebih dahulu dan pikiran itulah yang mengantarkan manusia pada kemampuan untuk mengunggat, menyanggah dan menilai sutau hal. Dengan berpikir, seseorang mampu menemukan ide secara rasional. Perlu diketahui bahwa jawaban yang diucapkan secara lisan tidak selamanya mutlak hanya pada satu karakter. Hasil ucapan berupa filsafat yang keluar dari mulut seseorang merupan hasil saringan dari berbagai ide yang telah diproses dalam alam pikir manusia.

Hasil olahan alam pikir tersebut merupakan wujud dari rasionalisasi ucapan dan kesinergian ucapan dengan pikiran. Tidaklah tepat kiranya jikalau seseorang banyak bicara tanpa didasari oleh sesuatu apapun. Ucapan merupakan wujud dari adanya akibat atas olah pikir seseorang. Hasil buah pikir itulah yang nantinya dikomunikasikan. Apa yang dipikirkan adalah sesuatu yang ada dan yang mungkin dan yang dipikirkan itupun harus disesuaikan dengn ruang dan waktunya.

Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa pembeda manusia dengan makhluk lainnya adalah pada akalnya. Inilah hal inti dari open your mind before open your mouth. Manusia memiliki hal yang tidak dimiliki oleh tumbuhan dan hewan yaitu akal pikiran dan budinya. Oleh karena itu dalam konteks ini pola pikir tersebut digunakan untuk menganalisis sehingga jawaban yang dihasilkan lebih fleksibel sesuai konteks dan sopan terhadap ruang dan waktu. Manusia memiliki kemampuan untuk menimbang dan memilih dalam akalnya sehingga segala yang terucap merupakan hasil saringan atas segala hasil olah pikirnya.

 

3. Penutup

Berdasarkan perkuliahan yang selama ini saya jalani dalam matakuliah filsafat, maka saya menemukan notion open your mind before open your mouth. Hal ini karena seseorang dalam menghasilkan ucapan untuk mereka komunikasikan adalah berdasarkan proses olah pikir atas apa yang ingin diucapkannya tersebut. Kualitas ucapan yang dihasilkanpun dipengaruhi oleh kualitas pikirnya. Oleh karena itu seorang filsuf, Socrates pun mengungkapkan pentingnya open your mind before open your mouth. Hal ini memiliki makna bahwa penting kiranya bagi seseorang untuk mencobalah dulu, baru cerita. Pahamilah dulu, baru menjawab. Pikirlah dulu, baru berkata. Dengarlah dulu, baru beri penilaian. Bekerjalah dulu baru berharap.

Senin, 11 Januari 2016

FALIBISME DAN PEMIMPIN




Dalam perkuliahan kali ini, Azmi Yanianti mengatakan bahwa dirinya sudah beberapa kali mengikuti ujian filsafat dan nilai yang didapatkan memprihatinkan. Diapun mengungkapkan bahwa berfikir saja salah, apalagi tidak ? Sebenarnya apakah yang salah, fikiran saya atau bagaimana?
Berikut ini adalah penjelasan dari Prof Marsigit………….
Dalam filsafat dikenal istilah falibisme. Sustu ilmu pengetahuan dibangun karena adanya sesuatuyang salah. Dan yang salah itu adalah benar. Termasuk nilai jelek selama ujian, itu juga merupakan sesuatu benar di dalam filsafat. Apabila saat ditanya tidak mampu menjawab, itu pun adalah hal yang benar di dalam filsafat.  Semua itu adalah bentuk dari falibisme dalam filsafat.
Tujuan dari ujian ata tes jawab singkat dalam filsafat adalah agar seseorang tidak berlaku smbong. Hal ini menegaskan pentingnya untuk selalu bersikap rendah hati khususnya dalam bidang keilmuan. Karena secara kemampuan keilmuwan, tidak ada yang mampu menguasai seluruh ranah ilmu, bahkan menguasai 1 ranah secara sempurnapun seseorang tidak mampu. Jadi, tidak ada alasan baginya untuk berlaku sombong.
Bagian yang perlu mendapat penegasan adalah bahwa rendah hati tidak sama dengan rendah diri. Di atas langit pasti masih ada langit. Kesombongan dalam diri manusia adalah suatu mitos. Jika seseorang telah berlaku sombong, maka dia telah termakan mitos. Agar tidak menjadi mitos, maka kesombongan itu harus diubah menjadi logos, caranya dengan senantiasa bersikap rendah hati dan mengakui bahwa segala yang dimiliki masih jauh dari kesempurnaan.

Jika dilanjutkan dengan pertanyaan tentang bagaimana pandangan filsafat tentang pemimpin yang baik yang diajukan oleh Evvy Lusiana, maka beginilah jawaban dari Prof Marsigit…………………..
Pemimpin berarti memimpin da nada yang dipimpin. Kedua hal tersebut adalah struktur dunia yang berdimensi. Dengan demikian, pemimpin dan yang dipimpin merupakan dua hal yang berstruktur dan berdimensi. Pemimpin merupakan dewa bagi orang yang dipimpin. Dengan kata lain Logika Para Dewa berarti Logika Para Pemimpin.
Dewa adalah pemimpin daksa. Jika dianalogikan, maka Aku adalah Dewa dan adikku adalah daksa. Dapat dikatakan pula bahwa aku adalah dewa bagi adikku. Dengan kata lain bagi adikku tersebut maka aku adalah transenden.  
Jika ditelaah lebih dala, maka pemimpin adalah subyek kehidupan. Pemimpin yang baik juga merupakan sutau obyek dengan berbagai kriteria. Pemimpin membutuhkan pemikiran yang luassehingga jangkauan akalnya dapat menjangkau segala yang ada dan yang mungkin ada dalam ruang dan waktu. Tidak hanya itu, pengalaman yang banyak dan mendalampun menjadi suatu tuntutan bagi seorang pemimpin. Secara fisik pun seorang pemimpin harus kuat. Jikalau pemimpin lemah, terlebih pemimpin tersebut sakit-sakitan, maka yang dipimpin tidak akan mampu dipimpin dengan baik. Hal lain yang harus ada dalam pemimpin adalah bahwa dia harus senantiasa meningkatkan dimensinya untuk menggapai pemimpin yang baik. Akan tetapi, semilyar pangkat semilyarpun kita menguraikan maka sejatinya kita tidak akan mampu untuk menyebutkan sifat pemimpin yang baik. Hal ini karena pemimpin yang baik terikat pada ruang dan waktu yang berkaitan dengan upaya menterjemahkan dan diterjemahkan seagal ayang ada dan yang mungkin ada.

Rekam jejak Filsafat


            Konon, setiap manusia ditakdirkan menjadi pengembara dalam hidupnya yang tak pernah berhenti pada satu titik perhentian. Ia berkelana menjelajah jagat raya dengan langkah dan imajinasinya hingga sampai pada batas ketakberhinggaan. Begitu pula pada gambar diatas yang merupakan penjelajahan terhadap rekam jejak Filsafat.

           Filsafat Yunani bertumbuh atas dasar pemikiran mitis dan arkais menuju ke suatu refleksi sistematis mengenai susunan dalam (logos) segala sesuatu yang terjadi. Setelah itu muncul aliran empirisme dibangun pada abad ke-17 yang muncul setelah lahirnya aliran rasionalisme. Aliran filsafat yang lain adalah Positivisme. Kemudian zaman Kontemporer dimulai pada abad ke 20 hingga sekarang. Aliran-aliran terpenting yang berkembang dan berpengaruh pada abad 20 adalah pragmatisme, vitalisme, fenomenologi, eksistensialisme, filsafat analitis, strukturalisme, postmodernisme, dan semiotika.

         Rekam jejak tersebut mengisyaratkan kita bahwa pengaruh pola pikir dalam pencarian solusi dan jati diri sangatlah penting. Sehingga filsafat dari jaman yunani hingga saat ini digunakan sebagai refleksi atas perkembangan ilmu pengetahuan.

TINGKAT SPIRITUAL DAN KEPERCAYAAN

Spiritual merupakan dimensi tertinggi dalam kehidupan. Seseoang yang mampu menggapai dimensi ini akan merasakan ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan ndunia akhirat. Spiritual erat kaitannya dengan kepercayaan. Hal ini karena adanya kepercyaan pada sang Pencipta mampu meningkatkan kualitas spiritual seseorang. Begitupun dengan adanya dasar spiritual dalam diri seseorang dapat meningkatkan tingkat kepercayaan seseorang.Jika diekstensifkan, maka kepercayaan tersebut akan tidak hanya sebatas kepercayaan pada sang Pencipta, tetapi juga kepercayaan pada sesama manusia, pada binatang, pada tumbuhan, pada batu, dan pada objek-objek kehidupan lainnya.
Dalam perkuliahan ini, Ibu Retno Kusuma Dewi mengkaitkan dengan menembus ruang dan waktu yang tingkatannya yaitu spiritual, normatif, insting/instuisi, pengalaman tetapi mengapa jawaban ujian filsafat pendek, dan berbeda dengan jawaban mahasiswa. Kenapa hal itu bisa seperti itu?
Beginilah jawabannya……
Berbicara tentang menembus ruang dan waktu berarti berbicara tentang yang ada dan mungkin ada dan berkaitan dengan struktur. Struktur itu banyak dan beragam jenis strukturnya. Jikalau seseorang mengidentifikasi semua  struktur yang ada dan mungkin ada tidak akan pernah selesai. Hal ini karena ada semilyar pangkat semilyar struktur yang tersedia namun tidak semua mampu untuk dipilih dan diuraikan. Hanya struktur yang yang istimewa, sesuai strategi dan struktur yang dianggap potensiallah yang dipilih.
      Sejatinya, tes jawab singkat yang dilakukan adalah untuk mengadakan yang mungkin ada menjadi ada. Tes tersebut juga bertujuan agar mahasiswa menyadari bahwa sebenarnya dirinya belum tahu. Oleh karena itu, tidak ada ruang baginya untuk bertindak sombong. Dengan demikian, tidak sopan terhadap ruang dan waktu jikalau mahasiswa merasa sudah paham padahal sejatinya dia belum paham. Orang yang demikian sebenarnya telah melakukan reduksi terhadap dirinya sendiri. Hal ini karea tidak ada celah baginya untuk meningkatkan kualitas keilmuan yang dimiliki dengan cara membangun dinding pembatas yang membuatnya merasa cukup dengan sedikit ilmu yang ada padanya.
Sesungguhnya melawan perasaan dalam diri tentang kesombongan tersebut adalah hal yang paling sulit. Dengan kata lain, memposisikan bahwa kita sebagai manusia adalah hamba-hamba yang tidak tahu menahu, yang haus ilmu dan tidak lebih dari orang bodoh yang tidak memiliki apa-apa, adalah sesuatu yang sulit bagi penganut kesombongan.
Membebaskan diri dari kesombongan adalah bentuk dari menembus ruang dan waktu, serta bentuk implementasi dalam meningkatkan kualitas spiritual. Spiritual dapat digapai saat seseorang merasa ikhlas, berpikir jernih, dan dapat berlaku bijak terhadap ruang dan waktu. Memahami kodrat dan kewajiban juga merupakan bentuk upaya untuk sadar akan pentingnya mendongkrak tingkat spiritualitas seseorang.

Tidak hanya itu, Evvy Lusianapun menambahkan bagaimana filsafat memandang suatu kepercayaan? Contohnya adalah ketidakpercayaan kepada teman.
Beginilah jawabannya ………..
Dua jenis kepercayaan yaitu di dalam dan di luar antara subyek dan obyek. Kepercayaan dalam diri manusia dimulai dari hati kemudian naik ke pikiran. Sebaliknya, sesuatu akan dianggap benar jikalau hal tersebut berasal dari pikiran kemudian turun ke hati. Dengan demikian kepercayaan merupakan sesuatu yang dirasakan ada kemudian dirasionalkan untuk menyakinkan keberadaannya. Sedangkan kebenaran adalah sesuartu yang diyakini secara rasional kemudian disesuaikan dengan hati dan perasaan.
Aliran tidak percaya atau dunia ketidakpercayaan (skepticism) dipelopori oleh Renedecartes. Teori ini muncul dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan Renedecrates dalam membedakan antara mimpi atau bukan mimpi. Ketidakmampuan tersebut mengarahkan pada ketidakpercayaan akan apa yang baru saja terjadi.
Padahal, filsafat adalah mencari kepastian dan kebenaran. Kepastian yang tertangkap ruang dan waktu yang salah itulah yang akan menjadi mitos. Keyakinan tidak termasuk di dalam mitos. Dengan demikian ketidakyakinan merupakan suatu mitos. Ketidakyakinan relevan dengan ketidakpercayaan, berarti ketidakpercayaan itupun adalah suatu mitos. Dan seseorang yang mengalami ketidakpercayaan berarti dia telah termakan oleh mitos.

Pendekatan Iceberg Dalam Matematika Realistik

    

Berdasarkan Realistic Mathematics Education dan Matematika sekolah yang berbeda dengan Matematika murni, sebuah pendekatan pembelajaran matematika dengan fenomena gunung es (Iceberg) dalam Realistic Mathematics Education  direkomendasikan untuk pembelajaran matematika sekolah terutama matematika sekolah dasar. Pendekatan gunung es (Iceberg Approach) dalam Realistic Mathematics Education (Moerlands dalam Sutarto, 2008) dari dasar menuju ke atasmeliputi 4 tahap:
1.        Mathematical world orientation
2.        Model material
3.        Building stones, number relations
4.        Formal notation

       Dalam menerapkan jiwa matematika ke dalam pikiran peserta didik, dasar matematika peserta didik harus dikuatkan yaitu dengan dihubungkan dengan sesuatu yang sering dijumpainya dalam kehidupan. Kemudian peserta didik dituntut untuk bisa memodelkan permasalahan yang dijumpai tersebut dan kemudian menghubungkannya dengan matematika, lalu diharapkan bisa menotasikannya dalam notasi formal matematika.

      Oleh sebab itu, pendekatan Iceberg dalam Matematika Realistik diharap dapat membangun pengetahuan dan daya serap siswa terhadap materi pembelajaran di sekolah. Karena sejatinya Matematika bukan bersifat abstrak, namun merupakan model dan aplikasi dalam kehidupan sehari. Oleh sebab itu pengenalan matematika sebaiknya dipadukan dengan keseharian siswa.

ELEGI MENGGAPAI FILSAFAT

Dalam perkuliahan filsafat kali ini, kami disuguhkan 50 macam pertanyaan yang mengajarkan secara tersirat bagaimana menggapai filsafat. Berikut ini akan saya paparkan hasil refleksi atas apa yang saya alami saat perkuliahan dalam rangka menggapai filsafat. Contoh Pertanyaan 1 : Siapakah namamu? Jawaban : Belum tentu Heru Hal ini karena Heru terikat ruang dan waktu. Heru yang sekarang, berbeda dengan Heru yang tadi. Bahkan Heru sebelum diajukan pertanyaan, berbeda dengan Heru saat mendengar pertanyaan, berbeda pula dengan Heru setelah pertanyaan tersebut berlalu. Makna beda disini sangatlah dalam dan tinjauan terhadapnya pun tidah hanya pada satu pandangan. Karenanya, tidaklah mungkin jikalau seseorang mampu mendefinisikan seseorang dengan tepat dalam ruang dan waktunya. Bahkan sekedar untuk menjabarkan 1 buah unsur yang melekat dalam diri Heru pun tidaklah sanggup. Karena semilyar pangkat semilyaryang diungkapkan, masih ada semilyar pangkat semilyar lagi yang belum mampu untk diuraikan. Contoh Pertanyaan 2 : Berapakah umurmu? Jawaban : Kurang dari 20 tahun, lebih dari 20 tahun, atau kurang lebih 20 tahun Hal ini karena tidak ada uraian kata apapun yang mampu menyamai kecepatan berjalannya waktu. Bahkan saat aku mengakhiri pembicaraanpun dalam menyebutkan umurku, sejatinya umurku telah berubah sebanyak waktu yang aku gunakan untuk menjawab berapa umurku. Karenanya, tidaklah mungkin seseorang yang mampu mendeskripsikan umurnya, bahkan umur orang lain dengan tepat. Jikalau dia mengatakannya dengan tepat, maka sesungguhnya itu adalah suatu mitos. Contoh Pertanyaan 3 : 1 + 3 = Jawaban : Belum tentu 4 Beberapa orang akan serta merta menjawab bahwa 1+ 3 = 4. Padahal ikalau dikontekskan dalam ruang dan waktu, maka tidaklah bisa kita membuat batasan dengan mengatakan bahwa 1 + 3 = 4. Misalnya saja jikalau satu tersebut adalah symbol untuk sebuah ayam dan 3 adalah symbol untuk 3 ekor bebek. Maka tidaklah bisa kita menghasilkan bilangan 4 kecuali dengan pemodifikasian, akan tetapi itupun memerlukan keterangan. Jikalau kita hanya menuliskan jawabannya 4, maka sesungguhnya kita telah melakukan reduksi determinis dalam konteks ruang dan waktu. Berdasarkan 3 contoh tersebut, dapat direfleksikan bahwasannya filsafat adalah hasil pemikiran atau buah piker seseorang. Tidak ada yang mampu menggapai filsafat seseorang, karena filsafat bukanlah menyamaiatau mengusahakan sama dengan filsafat orang lain. Setiap orang memiliki filsafatnya sendiri-sendiri. Jikalau seseorang membaca,mengamati, mendengar, ataupun melakukan pemodifikasian atas filsafat orang lain, maka sejatinya itu adalah usaha atau proses untuk menghasilkan filsafat diri. Filsafat akhir yang dihasilkanpun nantinya tidaklah mungkin akan sama antara orang yang satu dengan orang yang lain. Dan sebaik-baik filsafat adalah dia yang memperhatikan keberadaan ruang dan waktu.

TAKDIR BUDAYA INSTAN YANG MERAJALELA


Dunia sekarang dipenuhi oleh hal-hal yang bersifat instan. Makanan instan, pesan tiket yang instan, proses komunikasi yang instan, dan bahkan pembelajaranpun turut dituntut instan. Aliran penganut budaya instan memiliki slogan “jika ada yang mudah, kenapa cari yang sulit”. Padahal, dunia ini tidak bisa jika hanya dipandang dalam satu sisi saja. Karenanya muncul pemikiran lain yang menganut budaya tidak instan dan meluncurkan slogan “jika bisa mnegerjakan yang sulit kenapa mengerjakan yang mudah”. Jika ditinjau, kedua hal tersebut hanya berbeda orientasi, tetapi jika maing-masing hal tersebut dijalankan dengan baik sesuai porsinya, maka akan membawa dampak kebaikan dunia akhirat. Bahkan jika dikaitkan dengan teori penciptaan alam semesta yang tercipta dengan sendirinya tanpa campur tangan dari Tuhan sejatinya ini juga merupakan dampak atas budaya instan. Jika direleksikan, alam semesta tidak diciptakan dengan sendirinya. Alam semesta ada karena proses perubahan yang terjadi dalam alam semesta. Tidak ada di dunia ini yang tidak mengalami perubahan (separuh dunia), sedangkan separuh dunia yang lain adalah segala sesuatu itu bersifat tetap. Teori Big Bang yang sering menjadi pembahasan dalam pembelajaran asal muasal terjadinya alam semesta juga tidak secara instan langsung terkenal, dipercaya, dan diterima oleh banyak orang. Teori Big Bang sejatinya telah melewati proses yang panjang, dia harus ditulis, disusun dengan rapih agar mampu dibaca, dipahami, dan diketahui oleh orang lain. Selanjutnya teori tertulis tersebut dipublikasikan, dihidup-hidupkan agar diakui keberadaannya dan dibuktikan bahwa teori dan keberadaan teori tersbeut memberikan kebermanfaatan. Sehingga tidak serta merta secara instan teori Big Bang dapat terkenal. Oleh karena itu, sejatiya didunia ini tidak hanya terdiri dari sesuatu yang instan, tetapi dipenuhi pula oleh hal-hal yang tidak instan. Mereka membutuhkan proses. Dan baik instan maupun tidak instan keduanya sama-sama memiliki kebermanfaatan tergantung ruang dan waktunya jika dilaksanakan secara bijak. Hal ini karena sesungguh-sungguhnya dunia adalah interaksi antara yang instan dan yang tidak instan.