This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 20 September 2015

Serba Serbi Permasalah Dalam Pendidikan Matematika

Pendidikan memiliki peranan yang begitu penting dalam kehidupan manusia dan merupakan hal yang mutlak untuk didapatkan oleh setiap orang. Sebab pentingnya suatu pendidikan maka kemajuan suatu bangsa mencerminkan kualitas pendidikannya. Kualitas pendidikan menjadi sorotan penting akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, banyak pelaku pendidikan yang berlomba-loba untuk memberikan solusi dan saran untuk kemajuan pendidikan. Karena pada dasarnya dalam pendidikan pasti terdapat masalah-masalah yang dihadapi, salah satunya pendidikan matematika. Sebab Matematika merupakan salah satu ilmu pendidikan yang utama karena matematika berperan dalam melengkap ilmu lainnya.

Pendidikan Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.  Peran pendidikan matematika dewasa ini semakin penting, karena banyak informasi yang disampaikan dalam bahasa matematika. Permasalahan pendidikan matematika yang terjadi saat ini pasti terjadi, karena ada faktor-faktor yang mempengaruhinya dan sebenarnya dapat bersumber darikomponen-komponen yang membentuk suatu sistem pembelajaran tersebut. Soedjadi (2000) menggambarkan komponen tersebut meliputi masukan( input  /peserta didik), masukan instrumental (pendidik, kurikulum, materi ajar,sarana/prasarana, metode/model/strategi pembelajaran), lingkungan(dukungan/keikutsertaan orang tua atau masyarakat sekitar), dan keluaran ( output ).

Berangkat dari permasalahan itulah pada berkesempatan diskusi pada materi perkuliah Metodologi Penelitian menyampaikan beberapa permasalahn pendidikan yang dialami oleh pelaku pendidikan matematika yang mana meliputi guru, siswa, kepala sekolah, dinas pendidikan, dan orang tua.

1.      Guru
ü  Kurikulum yang diatur oleh pemerintah membuat guru kaku dalam mengajar
ü  Kepribadian/kompetensi guru yang kurang memadai menyebabkan kurangnya kinerja guru
ü  Permasalahan ekonomi yang mengharuskan guru bekerja bukan karena panggilan nurani menyebabkan guru tidak mampu menyiapkan diri untuk mengajar dengan baik
ü  Kurang bervariasi dalam menyiapkan metode pembelajaran
ü  Kurangnya motivasi dalam diri guru
ü  Kurangnya pelatihan yang diberikan kepada guru

2.      Siswa
ü  Ketertarika terhadap guru karena dari berbagai aspek seperi, cara mengajar guru atau karakter guru itu sendiri
ü  Pembelajaran yang monoton menyebabkan anak kurang tertarik dengan pelajaran
ü  Matematika dianggap sulit karena rumus-rumus yang dianggap banyak
ü  Siswa belum memahami materi prasyarat, sehingga sulit untuk memahami materi berikutnya
ü  Pemahaman buku yang kurang karena materi yang terlalu abstrak
ü  Penerapan waktu lima hari kerja membuat siswa kurang konsentrasi
ü  Kemampuan siswa yang variatif, yang kurang pintar merasa minder yang disebabkan dari berbagai faktor seperti (orangtua, lingkungan)
ü  Fasilitas yang dimiliki siswa kurang sehingga tidak menunjang kegiatan belajar siswa
ü  Jadwal belajar khusus MIPA yang sesuai dengan kondisi berpikir siswa
ü  Perjuangan yang kurang sehingga menyebabkan rasa malas dan kurang tertarik karena tidak sesuai dengan cita-cita anak
ü  Kecemasan ketika ujian karena kurangnya persiapan atau pemahaman terhadap materi
ü  Kondisi tubuh menyebabkan kondisi fisik dan kurangnya konsentrasi siswa dalam mengikuti pelajaran.
ü  Kecanduan game, computer atau internet sehingga pendidikan diabaikan

3.      Kepala sekolah
ü  Kepala sekolah kurang memonitori kegiatan sekolah disebabkan karena jadwal yang  padat
ü  Pengetahuan IT yang kurang
ü  Kurangnya pelatihan kepemimpinan bagi kepala sekolah
ü  Niat menjadi kepala sekolah karena ekonomi dan status sosial, ini hanya berlaku jika dalam perekrutan kepala sekolah tidak menggunakan prosedur yang ada
ü  Pengelolaan dana sekolah kurang optimal
ü  Manajemen kepemimpinan kurang memadai
ü  Sosialisasi atau hubungan dengan guru-guru kurang sehat

4.      Dinas pendidikan
ü  Evaluasi pelatihan yang diselenggarakan dinas tidak merata
ü  Pelatihan kurang efektif baik tempat maupun waktu
ü  Kurang monitoring, hanya melaksanakan tugas
ü  Pemerataan dana pendidikan
ü  Dana pemerintah tidak 100% diterima, daya serap 100% tetapi tidak sesuai dengan alokasinya
ü  Sistem Pelayanan administrasi

5.      Orang tua
ü  Biaya pendidikan
ü  Fasilitas untuk anak kurang memadai
ü  Wawasan orang tua yang minim menyebabkan anak kurang mendapat pendidikan melalui orangtua
ü  Tuntutan terhadap anak untuk mengikuti apa yang mereka mau
ü  Komunkasi yang tidak lancar karena kesibukan orang tua
ü  Tidak ada keteladanan yang ditunjukkan pada anak
ü  Pola pemilihan sekolah yang tidak tepat menyebabkan anak kurang bersemangat
ü  Orang tua kurang peka terhadap kebutuhan siswa
               
Selain permasalahan yang telah disampaikan diatas, tidak menutup kemungkinan ada beberapa faktor masalah lain lagi yang kami bahas pada diskusi kali ini, diantaranya:

Ø  Lingkungan
Ø  Kurangnya sarana dan prasana
Ø  Suasana akademis yang tidak memungkinkan untuk belajar
Ø  Suasana hijau yang kurang
Ø  Matematika
Ø  Soal yang diberikan tidak sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari
Ø  Pola pikir bahwa rumus matematika tidak untuk dihafal tapi untuk dipahami
Ø  Kurangnya pemahaman ilmu dasar matematika
Ø  Materi yang diberikan tidak sesuai dengan tingkat penalaran siswa
Ø  Tingkat kesulitan soal
Ø  Konsep belum diketahui manfaatnya
Ø  Matematika simbolik

Sehingga apa yang kami sampaikan tersebut menjadi informasi mengenai permasalahan pendidikan dan titik awal untuk dikajian lebih lanjut sebagai jembatan memberikan solusi pada diskusi selanjutnya.

Tulisan ini adalah hasil diskusi bersama mahasiswa kelas PMat A PPs UNY 2015 pada mata kuliah Metodologi Penelitian yang dibimbing oleh ibu Dr. Heri Retnowati.



ANTARA "Ada" dan "Tiada"

Refleksi Pertemuan Kedua

Perkuliahan hari ini masih sama seperti hari biasa dengan diliputi rasa ingin tahu. Tidak ada kegiatan yang harus menguras banyak tenaga namun menyita banyak pikiran untuk menghasilkan cabang pikiran-pikiran baru. Posisi duduk pun masih sama, berdekatan mengelilingi Dosen yang bertutur pentingnya filsafat ilmu. Mendengarkan banyak petuah dan motivasi hidup baru seiring waktu yang berjalan penuh dengan kebermaknaan. Akankah waktu dapat kembali?, tidak!. Melainkan waktu terus mengalir laksana air sungai yang terus mengalir mencari muara tempat pemberhentian terakhir.

Dengan melihat ilustrasi air sungai tersebut, terbersit pertanyaan. Untuk apakah air sungai itu mengalir ??. Ada atau tiadakah kaitannya aliran sungai dengan tempat kemana ia mengalir??. Secara tak langsung pertanyaan ini menyinggung mengenai materi hari ini yaitu objek filsafat. Objek filsafat pada dasarnya mempelajari suatu yang ada dan yang mungkin ada. Berawal dari konsep “ada” dan “tiada”. Manusia ada karena wujud yang melekat pada dirinya disamping itu ada sebuah anggapan suatu yang “ada” tidak terlepas dari keadaan “tiada”.

Melirik pendapat seorang filsuf rasionalis Jerman, Gottfried Leibniz dalam “Prinsip Alasan Memadai” miliknya. Yang mengatakan,”untuk semua yang ada, pasti ada alasannya mengapa hal itu ada, dan mengapa hal itu ada seperti apa adanya.”. Namun kebanyak dari kita tidak pernah mengetahui dan memikirkan alasannya mengapa segala sesuatu itu bisa terjadi, memikirkan kemungkinan ada atau tidaknya suatu sebab akibat dari yang telah ada. Maka disinilah kedudukannya berfilsafat melalui metodenya yaitu menjelaskan yang mungkin ada menjadi ada dengan melihat segala sesuatunya untuk disyukuri sebagai hikmah.  Inilah cara mensyukuri nikmat Allah SWT dengan filsafat. Mensyukuri dengan berbagai cara yang kita bisa tanpa adanya rasa sombong dan kedustaan sebagai hamba Allah. Bukankah Al-Qur’an menerangkan Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?)

Jika manusia diberikan segala sesuatunya serba ada dan bisa mengetahui semua maka manusia tidak akan hidup. Karena justru kehidupan itulah adalah manusia yang tidak sempurna. Ketidak sempurnaan dari pengetahuan, sifat atau karakter dirinya. Sehingga sebagai manusia tidak akan pernah bisa tuntas menjawab dan menyebutkan segala yang “ada” terlebih lagi yang mungkin ada, baik yang ada pada dirinya (di dalam) maupun orang lain (di luar) melainkan hanya bisa menyebutkan beberapa yang pokok saja dan berusaha menuju ketuntasan.

Dari ketidak tahuan apa yang ada dalam diri maupun di luar diri itulah menyebabkan filsafat memiliki 2 macam problem, yaitu :
·         Jika dia diluar fikiran, bagaimana engkau mengertinya ?
·        Jika dia didalam fikiran, bagaimana engkau mempu menjelaskannya ?
Kedua permasalah pemikiran ini mengakibatkan jika suatu objek dianggap ada diluar fikiran maka objek tersebut eksis secara nyata. Artinya objek tersebut dapat dilihat, disentuh maupun dirasakan keberadaannya. Sedangkan yang tidak ada diluar fikiran berarti nihil, atau tidak nampak, tidak dapat disentuh dan dirasakan keberadaannya. Dalam filsafat, keberadaan suatu objek dikaitkan dengan ruang dan waktu. ‘Tidak ada’ tidak berarti tidak eksis, sedangkan yang ‘ada’ tidak berarti objek tersebut selalu ada. ‘Tidak ada’ bisa juga disebut ‘ada’. Mengapa bisa demikian? Karena jika kita memandang keberadaan suatu objek dalam dimensi ruang dan waktu, ‘ada’ dalam suatu ruang dan waktu dapat juga dikatakan ‘tidak ada’ dalam ruang dan waktu yang lain. Jika sebuah objek berada di tempat tertentu, berarti objek tersebut tidak ada di tempat lainnya, begitu pula jika objek itu ada di suatu waktu tertentu, bisa juga objek itu tidak ada di waktu lain.

Konsep ruang dan waktu pada ‘ada’ atau ‘ketiadaaan’ memunculkan cara pandang tertentu dalam pemikiran untuk pengambilan keputusan. Cara pandang pemikiran inilah yang akhirnya mengakibatkan filsafat memiliki cabang pemikiran atau aliran dari masing-masing filsuf yaitu aliran realisti dan idealis. Aliran realistis menyebutkan bahwa apa yang sudah hilang maka sudah tidak ada. Sedangkan aliran idealis menyatakan bahwa apa yang sudah hilang belum tentu hilang atau masih ada baik dalam fikiran maupun hati. Maka pemikiran dari seorang filsuf tidaklah sama satu dengan yang lainnya karena menyangkut objek formalnya. Tokoh filsafat yang mengkaji idealis adalah Plato, sedangkan realistis adalah Aristoteles.

Dari konsep diatas menyampaikan kepada kita bahwa dari ‘ada’ dan ‘tiada’ hakikatnya tentu saja otonom terlepas dari keterkaitan dengan kesadaran sang penangkapnya,tetapi tiap diri menangkap ‘ada’ dan ‘tiada’ pada ruang kesadaran yang berbeda-beda. Komunikasi cara berfikir bijak untuk memahami hal-hal yang ada di dalam dan diluar pikiran, sehingga dapat berjalan senada dan selaras sebagai sosok manusia mestinya. Manusia itu sama sekali bukan pencipta ‘ada’ ,sehingga manusia tak berhak menyatakan bahwa yang ‘ada’ yang benar adalah hanya segala suatu yang telah masuk kedalam kesadarannya.

Mengutip salah satu tulisan di kompasiana kehidupan ini berdasar pengalaman anda pribadi, berapa persen atau berapa banyak (dari keseluruhan ADA) yang telah dapat anda ketahui-fahami alias telah tersadari sebagai ADA-sebagai kebenaran ? apakah lalu anda akan berkesimpulan bahwa yang ADA-yang benar adalah hanya yang telah anda sadari atau kalau menurut konsep Descartes : telah tidak diragukan lagi ? dan lalu secara sewenang wenang lantas anda menyatakan bahwa hal hal yang gaib seperti alam kubur-alam akhirat itu pasti tidak ADA hanya karena anda tak dapat menyadari keberadaannya (dan meragukannya) .. lalu bagaimana kalau benar benar ADA …bukankah manusia itu hanya penangkap sebagian kecil ADA (?) .. dan bukankah ADA itu (sebagaimana kasus planet planet itu) tidaklah menampakkan diri secara serentak secara sekaligus melainkan ia dapat atau bisa menampakkan diri di lain waktu yang sama sekali tak dapat kita pastikan (?) ….
Tetapi yang pasti adalah,bahwa kita manusia itu hanya penangkap sebagian kecil ADA,(mungkin tidak sampai 1 % nya ?), sehingga bagaimana bisa lalu manusia secara sewenang wenang sampai berani mengatakan bahwa hal hal yang tidak bisa masuk kedalam penglihatan atau lebih jauh lagi : kedalam kesadarannya adalah pasti tidak ada atau secara lebih jauh : pasti tidak benar (?)..”

         Maka selayaknya menjadi seorang manusia pantaslah kita sadar bahwa kita tidak pernah akan mencapai tahu segala hal, sehingga selayaknya menundukkan diri. Meyakini apa yang "ada" merupakan lautan yang tidak bertepi, dan tidak ada yang dapat meliputinya kecuali Dzat yang Maha Meliputi segala sesuatu serta mengetahui segala yang "ada" yang itu merupakan ilmu pengetahuan yang hanya sedikit kita ketahui. “Dan tiadalah kalian diberikan ilmu kecuali hanya sedikit.” (QS. Al-Israa’: 85).

Seperti adegium Sokrates :

Aku tidak tahu apa-apa.

Satu-satunya yang kutahu adalah

Aku tidak tahu apa-apa


Jumat, 18 September 2015

AWALI DENGAN KORIDOR ADAB

Refleksi Pertemuan Perdana 

      Pada pertemuan perkuliah pertama filsafat ilmu diawali pengantar mata kuliah dengan berbagai perasaan bingung dan penasaran. Bagaimana tidak, karena ini merupakan materi perdana tentang filsafat yang saya dapatkan dan kesan yang timbul dari banyak orang mengatakan filsafat itu rumit, filsafat dapat menyesatkan pikiran, dan belajar filsafat bisa membuat orang menjadi “gila”. kesimpulannya, filsafat harus dijauhi. .
Namun, pendapat umum itu tidak selamanya benar. Artinya, pemikiran yang telah beku akibat pandangan sinis terhadap filsafat dapat didekonstruksi.

      Karenanya sebagai penuntut ilmu, selayaknya kita harus membuka wawasa serta menghargai suatu ilmu itu sebagai harta karun yang begitu berharga. Memiliki suatu ilmu berarti meninggikan derajat serta menjadikan seseorang lebih merendah terhadap ilmu yang dimilikinya. Norma, adab atau etika pun harus dimiliki dalam menuntut ilmu. Begitupula dalam mempelajarai filsafat yang merupakan merupakan suatu ilmu. Mengutip pendapat Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )  
Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )

         Memiliki etika atau adab dalam mempelajari filsafat tujuannya agar tidak sampai pada kesimpulan sepihak serta tidak pula mebiarkan berpikir bebas. Sebab pada dasarnya filsafat ilmu merupakan olah pikir, sumber-sumber yang dipikir apa saja, bagaimana pembenaran dan logikanya, apa cakupan serta objeknya, dan metodologi maupun tata caranya. Sehingga adab atau tatacanya sebagai batasan pada pengantar perkuliahan ini.

       Adapun adab yang dimaksud dalam mempelajari filsafat ilmu yaitu adab yang memiliki koridor, dimana koridornya adalah spiritual dan mematangkan diri dari aspek psikologi. Dengan tetap berada pada koridor spiritual kita akan tetap pada koridor kebenaran dan tidak terbawa arus penafsiran bebas, seperti ungkapan

“bagaikan layang-layang
terbang jauh bergoyang-goyang
tertiup angin putuslah benang
maka pupus sudah dan hilang harapan”

    Sehingga koridor spiritual sangatlah penting sebagai pagar utama dalam mempelajari filsafat ilmu. Selain koridor spiritualitas diri, kematangan diri pun menjadi salah satu koridornya yang mana terkait dengan aspek psikologi. Aspek psikologi yang dimaksud disini ialah aspek psikologi diri dan orang dewasa. Dimana aspek psikologi diri ialah kesabaran, ketlatenan, keuletan, daya juang dan lain-lain dalam memahami filsafat ilmu. Sedangkan aspek psikologi orang dewasa merupakan cara mengambil keputusan dengan didasarkan tanggung jawab atas pilihan atau perbuatannya.

         Itulah pelajaran yang saya tangkap dan menyadari bahwa mempelajari suatu ilmu tidak hanya mempelajari sebatas materi, tetapi juga memahami adab atau etikanya. Sehingga pemilihan sudut pandang yang tak lazim dari filsafat dapat diubah dan menjadi pengantar yang menyenangkan untuk mempelajari dan memahami filsafat dalam konteks yang lebih luas, utamanya bagi kalangan akademisi.