Tulisan yang
berjudul "OPEN YOUR MIND BEFORE OPEN YOUR MOUTH" merupakan hasil
refleksi dari intuisi dan pengalaman selama mengikuti perkulian Filsafat Ilmu
yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.. Sehingga pengalaman yang tertuang
dalam isi dari tulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca. Akhir
kata, selamat membaca…..
OPEN YOUR MIND BEFORE OPEN YOUR MOUTH
1.
Pendahuluan
Filsafat merupakan olah pikir manusia. Di
sanalah diperlukan kebebasan dalam berpikir sehingga tercipta pulalah kebebasan
dalam berfilsafat. Hal ini disadari selama perkuliahan filsafat karena
disanalah tidak aku temukan doktrin untuk mengkotak-kotakkan pemikiran kami
sebagai mahasiswa.
Perkuliahan filsafat mengajarkan mahasiswa
untuk menghargai adanya kebebasan. Kebebasan itu akhirnya mengantarkan manusia
untuk saling menghormati ide pikiran yang dihasilkan oleh masing-masing individu.
Kebebasan pikir itulah yang nantinya akan mengakibatkan terciptanya filsafat
secara bebas. Kebebasan tersebut terikat oleh ruang dan waktu dan sebaik-baik
mansuia adalah dia yang mampu berlaku sopan terhadap ruang dan waktu.
Kebebasan yang terikat ruang dan waktu mengarahkan
pada kebebasan untuk diterjemahkan dan menerjemahkan segala yang ada dan yang
mungkin ada. Jika diselami lebih jauh, kebebasan untuk menerjemahkan telah
terfasilitasi dengan baik dalam setiap elegi yang terpublis dalam blog. Di
sanalah ruang untuk berfilsafat terbuka lebar. Di sana pula mahasiswa mendapat
kesematan secara luas untuk mengahasilkan filsafat menurut olah pikir
mahasiswa.
Olah pikir manusia yang berwujud filsafat
sejatinya akan mampu digapai orang lain jikalau hasil pikirnya telah
dikomunikasikan dalam suatu media komunikasi. Inilah makna dari open your mind
before open your mouth. Seseorang berfilsafat di dalam pemikirannya terlebih
dahulu barulah kemudian hasil oleh pikirnya disampaikan agar dapat dikonsumsi
oleh individu yang lainnya. Ibarat menyajikan suatu menu makanan, maka segala
bahan yang diperlukan di masak terlbih dahulu, dicampur padukan sesuatu
kebutuhan dan takaran barulah kemudian disajikan dengan tampilan dan citarasa
yang telah dipersiapkan selama proses memasak. Begitulah filsafat, segala bahan
untuk menghasilkan filsafat diproses di dalam pikiran, mencampurpadukan
berbagai filsafat dari para filsuf dengan cara mensintesiskan thesis dan
antithesis setiap pemikiran, barulah kemudian hasil dari olah pikir tersebut
disajikan pada khalayak ramai untuk dinikmati dan direfleksikan dalam kehidupan
para penikmat filsafat.
Dalam perjalanan perkuliahan filsafat,
saya telah menemukan notion open your mind before open your mouth. Segala pemikiran
seseorang sejatinya telah didasarkan pada pemikiran orang lain yang diterima
melalui indera masing-masing individu. Segala yang tertangkap oleh indera
akhirnya disintesiskan satu sama lain sehingga menelurkan filsafat baru. Thesis
dan antithesis dari segala yang ada dan mungkin ada dalam perkuliahan
memberikan saya pencerahan untuk mereflesksikan filsafat dalam bingkai notion
open your mind before open your mouth. Hal ini karena saya mempercayai bahwa
segala yang keluar dari mulut sejatinya telah mengalami proses olah pikir yang
secara sadar atau tidak sadar terjadi di dalam pemikiran masing-masing
individu.
2. Pembahasan
a. Dunia Filsafat
Dunia filsafat adalah dunia sederhana yang
kompleks. Hal ini karena dalam filsafat hanya dibutuhkan satu buah kata tetapi
dapat memunculkan beragam pemaknaan yang bahkan bersifat intensif dan
ekstensif. Kompleksitas pemaknaan tersebut muncul karena adanya beragam
pemikiran dari berbagai subjek pikir yang berbeda. Ini yang menunjukkan
eksistensi filsafat itu sendiri. Kenapa? Karena masing-masing filsuf memiliki
filsafatnya sendiri. Demikian juga pada manusia awam dan tribal lainnya.
Merekapun memiliki filsafat masing-masing menurut taraf pikir mereka.
Dunia filsafat tidak hanya milik manusia,
bahkan jika kita telusuri lebih dalam maka kita akan menemukan bahwa sejatinya
jangkrikpun berfilsafat dengan caranya sendiri. Cara jangkrik berfilsafat
menurut dunia jangkrik. Inilah yang mengakibatkan dimensi dalam filsafat.
Seseorang mungkin tidak mengerti filsafatnya jangkrik, begitupun jangkrik belum
tentu mengerti filsafatnya manusia. Bahkan saat ayam dan cacing berfilsafat,
maka ayam merupakan dewanya cacing dan cacing adalah daksanya ayam. Itulah
filsafat dan dimensi yang ada dalam filsafat.
Saat seseorang menolak adanya filsafat
sekalipun, maka sejatinya orang itupun sedang berfilsafat. Penolakan tersebut
adalah bentuk eksistensinya terhadap hasil olah pikirnya. Filsafat penolakan
itupun merupakan bagian dari filsafat. Hal ini karena sejatinya filsafat adalah
hasil olah pikir manusia bahkan untuk olah pikir yang menentang sekalipun.
b. Filsafat
Olah Pikir
Filsafat adalah permainan logika. Filsafat
itupun merupakan permaianan perasaan. Oleh karenanya hati dan pikiran haruslah
seimbang. Hal ini karena jikalau seseorang hanya bermain logika maka manusia
cenderung egiois, dan mansuia perlu parameter hati sebagai ukuran tindakan.
Begitupun dengan perasaan, di sana terdapat sebuah ruang yang membutuhkan
logika sebagai parameternya.
Apabila diibaratkan, maka hati adalah
cahaya yang memancar kemana saja, tetapi dia membutuhkan akal atau logika yang
membatasi pancaran cahayanya agar lebih terfokus dan memancarkan cahaya ke arah
sasaran yang dituju. Dalam hati dan pikiran itulah sejatinya terjadi pergolakan
antara kebenaran dan ketidakbenaran.
Filsafat sebagai bentuk olah pikir
mengantarkan manusia untuk mempercayai bahwa kebenaran ada di dalam diri kita
masing-masing. Tetapi jika selamanya orang hanya mengandalkan bahwa kebenaran berada
pada diri kita sendiri maka manusia itu telah termakan kesombongan dan
kesombongan adalah suatu mitos yang mengalahkan kebenaran logos. Orang lain
berhak mengatakan A, B, ataupun C dan hal apapun yang mengadopasi dari luar,
tetapi yang menemukan, mencari, merasakan manfaat, dan melakukannya adalah diri
kita sendiri. Oleh karena itulah yang mendorong munculnya notion bahwa
kebenaran merupakan diri kita sendiri.
Dalam perkuliahan dan hasil tes tanya
jawab singkat, di sanalah aku menemukan bahwa memang sejatinya filsafat itu
adalah diriku sendiri. Segala hal yang aku ucapkan tidaklah mampu menggapai
filsafat orang lain secara sempurna. Manusia hanya mampu mengadopsi sebagian
filsafat untuk direfleksikan dalam diri dan kehidupan. Inilah wujud nyata dari
adanya ruang terbuka melalui pembelajaran berbasis blog dan kebebasan pikir
yang terfasilitasi selama perkuliahan filsafat.
Akan tetapi jika menyadari bahwa dunia
tidaklah bisa jika direpresentasikan dalam sesuatu yang parsial, maka ada
kalanya kebenaran itu bisa datang dari orang lain. Itulah pentingnya sintesis dari
berbagai hasil olah pikir. Jikalau seseorang tidak melakukan sintesis maka
sejatinya dia telah membangun benteng pembatas atas pikirannya sendiri. Benteng
tersebut adalah simbolisasi atas kesombongan yang menguasai hati dan pikiran
manusia.
Filsafat secara epistemologi dapat
direfleksikan sebagai usaha seseorang dalam mencari arah kecondongan seseorang
untuk berfilsafat. Oleh karena itu tidaklah benar jikalau seseorang menganggap
bahwa kebenaran hanya datang dalam diri kita masing-masing. Hal ini karena
kecondongan filsafat seseorang sedikit banyak dipengaruhi oleh pengaruh
lingkungan dan orang lain. Dengan demikian muncul notion baru bahwa kebenaran tersebut
ada di luar diri kita dan itulah wujud dari kebenaran ada pada diri orang lain.
Jikalau kita tertutupi oleh pandangan bahwa kebenaran hanya pada diri kita
sendiri maka akan muncul kecenderungan untuk menyalahkan orang lain. Di sanalah
letak keegoisan yang menyelimuti hati dan pikiran seseorang, Akibatnya olah
pikir yang dihasilkan akan merujuk pada keegoisan masing-masing individu.
Selain merujuk pada epistemologi filsafat,
ranah aksiologi dapat memunculkan nilai dari filsafat itu sendiri. Hal inilah
yang selama ini tidak aku sadari jikalau tidak mengikuti pemikiran filsafat
secara intensif dan mendalam selama perkuliahan. Aksiologi tersebut akan memunculkan
berbagai penilaian seseorang yang mengarahkan filsafat orang tersebut juga. Penialaian
baik buruk, indah atau tidak indah, besar-kecil, tinggi-rendah, sopan-tidak
sopan, dan berbagai penilaian lainnya, merupakan output dari filsafat individu
sebagai hasil olah pikir mereka menurut pada aksiologi folsafat tersebut.
Jikalau seseorang telah menggapai
aksiologi filsafat maka seseorang mampu membedakan dan mengajarkan nilai-nilai
dalam filsafat. Akan tetapi inipun harus didasarkan pada epistemologi yang
kuat. Jikalau seseorang tumpul epistemologinya, maka dalam menyampaikan ilmu
kepada orang lain tidak akan mampu menggapai intensif dan ekstensif hanya jika
penyampaian tersebut didasarkan pada ranah aksiologi filsafat. Oleh karena itu,
filsafat memang merupakan hasil olah pikir dan merupakan implementasi dari
hasil pemikiran seseorang.
c. Filsafat Ada dan Mungkin Ada
Open
your mind before open your mouth erat kaitannya dengan
segala yang ada dan yang mungkin ada. Perlulah kiranya seseorang untuk
mengetahui segala yang ada dan yang mungkin ada sebelum mengungkapkan yang ada
dan yang mungkin ada tersebut. Dalam perkuliahan filsafat pun telah ditegaskan
bahwa sejatinya objek filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada.
Terkait adanya keberadaam ada dan yang
mungkin ada tersebut diperlukan adanya suatu pengada yang mengada segala yang
ada dan yang mungkin ada sehingga keberadaannya menjadi ada. Dalam perkuliahan
filsafatpun aku mampu mengenal sosok Socrates dan pemikirannya yang berfokus
bahwa sesungguhnya aku tidak tau segala hal. Bahkan sampai diri kita sendiripun
kita tidak mengetahui bagaimana, apa, siapa, dan dimana diri kita.
Hal sederhana dalam diri sendiripun
manusia tidak mampu menggapai pengetahuannya, bagaimana dengan menilai orang
lain? Padahal sebatas untuk mengenal dirinya sendiri sajapun manusia tidaklah
mampu. Oleh karena itu, tiada alasan bagi manusia untuk berlaku sombong
terhadap sesama bahkan sombong kepada sang Pencipta. Hal ini karena sejatinya
manusia tidaklah mampu menggapai taunya dibandingkan ketidaktahuannya. Semilyar
pangkat semilyarpun seseorang berusaha untuk tau, maka masih tetap ada
semilyyar pangkat semilyar yang tidak manusia ketahui.
Merujuk pada perkuliahan filsafat, maka
bangunan yang di perlukan pertama kali adalah bangunan ada, segala yang bisa
dijangkau, dan yang tampak nyata. Itulah pemikiran menurut Aristoteles. Jika
kita realisasikan dalam kehidupan, misalnya dompet ini ada tetapi saat
disembunyikan maka dompet ini tidak ada. Ketiadaan sejatinya ada karena adanya
hal yang ada. Aristoteles berangkat dari pengalaman apa yang terlihat dan kemudian
dimemorikan. Inilah awal mulanya perdebatan antara yang aliran realisme dan
idelaisme yang kerap kali diperdendangkan dalam perkuliahan filsafat.
Perdebatan tersebut misalnya juga terdapat
pada segala yang mistis. Bahkan hal mistis tersebut juga merupakan wujud dari
adanya realisme. Misalnya ada sekelompok orang yang sedang berkumpul kemudian ada
beberapa diantaranya yang mengalami kesurupan. Secara positivisme maka sesuatu
itu tidak ada tetapi secara realisme hal itu ada, dan benar bahwa dia memanglah
kesurupan. Akan tetapi kesurupan tersebut itupun hanya daat diakui kebenaran
dalam ranah idealisme semata. Hal ini sejatinya merupakan bentuk dari relativisme.
Menurut orang A ada maka menurut orang B maka belum tentu hal itu ada. Pemikiran
seseorang yang kemudian menjadi sutau filsafat sejatinya memanglah hasil oalh
pikir segala ang ada dan yang mungkin da untuk selanjutnya segala yang telah
terpikirkan tersebut baru dapat diungkapkan dan dikomunikasikan sehingga orang
lain tau segala yang ada dan yang mungkin ada yang telah kita pikirkan.
d. Filsafat
Bukanlah Suatu Kebetulan
Filsafat ada pada berbagai generasi.
Bahkan anak kecil sekalipun sejatinya telah berfilsafat dan memiliki filsafat
menurut dunia pikirnya. Berbagai keadaan menuntut seseorang untuk mengasilkan
filsafat menurut ruang dan waktunya.
Dalam kehidupan, segala yang ada dan yang
mungkin ada merupakan hasil olah pikir manusia. Saat seseorang berpikir tentang
yang mungkin ada, maka sejatinya itu adalah hal yang ada. Jikalau seseorang tidak
memikirkan yang ada, maka sejatinya itulah sesuatu yang mungkin ada. Oleh
karena itu, segala yang ada dan yang mungkin ada bukanlah suatu kebetulan,
tetapi ada berdasarkan hasil olah pikir manusia.
Adanya asumsi bahwa segala sesuatu
berangkat dari kebetulan semata merupakan hal yang tidak diakui dalam notion open your mind before open your mouth. Ini
karena sejatinya segala sesuatu yang ada itu pasti ada permulaan terhadap hal yang
ada. Inilah awal mula munculnya hegel yang mengakui keberadaan sejarah dalam
berbagai kondisi menurut ruang dan waktunya.
Istilah jasmerah (jangan sekali-kali
merupakan sejarah) adalah bukti lain dari fakta bahwa menang segala yang ada
tidaklah sutau kebetulan semata. Seperti layaknya adanya suatu akibat maka
pastilah karena adanya suatu sebab. Jika di perdaalam untuk masing-masing sebab
akibatnya, maka sejatinya puncak tertinggi atas segala rangkaian adalah Tuhan.
Itulah sebabnya diperlukan batasan adab dan koridor spiritual untuk menjaga
ketidakteraturan filsafat. Bahkan jikalau frame tersebut dilewati maka di
sanalah terdapat kepicikan dan kearoganan. Oleh karenanya, spiritual merupakan
batasan kehidupan yang mengantarkan manusia pada tercapainya kualitas kehidupan
yang mengarah pada kesempurnaan.
Dalam sains, seseorang kebanyakan berfikir
logis menurut aturan dan rumus yang telah mereka bangun. Inilah yang dipercaya
sebagai adanya keteraturan dan adanya ketidaksengajaan akan hal tersebut.
Padahal kita tau bahwa keteraturan yang terjadi itu tidak ada yang sempurna.
Bahkan jikalau diperdalam darimana keteraturan tersebut dapat tercipta maka di sanalah
ruang spiritual berbicara karena segala yang ada di dunia ini bahkan
keteraturan yang ada itupun sesungguhnya memiliki pemilik yang telah
mengaturnya.
Berdasarkan penjelasan bahwa sesuatu
tersebut bukanlah suatu kebetulan semata, maka penting kiranya bagi seseorang
untuk memperhatikan proses yang terjadi sabelum menghasilkan sesuatu. Misalnya
saat seseorang hendak berucap atau mengkomunikasikan suatu hal, penting kiranya
bagi individu untuk memikirkan apa yang akan diucapkannya terlebih dahulu.
e. Komunikasi
Berasal dari Hasil Olah Pikir
Sebelum berbicara maka sejatinya manusia harus
berfikir sesuai ruang dan waktu. Pikiran itupun haruslah sehat dan jernih mengikuti
kebenaran yang ada pada ruang dan waktu. Kebijasanaan dalam menentukan bicara
itupun memerlukan suatu parameter. Dan paramer atas komunikasi bijak seseorang
adalah olah pikir dari orang tersebut. Hal ini karean olah pikir berkaitan erat
dengan hasil ucapan seseorang.
Jikalau seseorang berbicara tanpa didasari oleh olah
pikir, maka sejatinya segala yang diucapkan adalah hal yang ngelantur, tidak
jelas, tdak terarah bahkan bisa jadi tidak memiliki makna. Hasil olah pikir
merupakan bukti bahwa seseorang itu ada. Keberadaan manusia itupun dibuktikan
oleh adanya hasil buah pikir seseorang berupa filsafat yang dihasilkan.
Segala yang ada di alam dan berfilsafat maka fokus
filsafatnya adalah pola pikir. Pentingnya seseorang untuk berikir terlebih
dahulu didasari karena sejatinya dalam kehidupan dibutuhkan komunikasi yang
sehat. Komunikasi sehat itu dibangun atas dasar efektivitas dan efisiensi waktu
dalam berkomunikasi. Komunikasi filsafat itu dapat berupa tulisan maulun lisan.
Komunikasi dapat pula berbentuk verbal maupun simbolik.
Filsafat seseorang sesuai tingkat dan pola pikir
manusia. Dengan filsafat, seseorang dapat menyampaikan suatu jawaban atas
permasalahan yang tidak selamanya mutlak hanya satu jawaban. Inipulalah yang mengakibatkan
seseornag mampu berpikir multijawaban sesuai dengan ruang dan waktunya.
Dalam filsafat, seseorang dituntut untuk berpikir
terlebih dahulu dan pikiran itulah yang mengantarkan manusia pada kemampuan
untuk mengunggat, menyanggah dan menilai sutau hal. Dengan berpikir, seseorang
mampu menemukan ide secara rasional. Perlu diketahui bahwa jawaban yang
diucapkan secara lisan tidak selamanya mutlak hanya pada satu karakter. Hasil
ucapan berupa filsafat yang keluar dari mulut seseorang merupan hasil saringan
dari berbagai ide yang telah diproses dalam alam pikir manusia.
Hasil olahan alam pikir tersebut merupakan wujud dari
rasionalisasi ucapan dan kesinergian ucapan dengan pikiran. Tidaklah tepat kiranya
jikalau seseorang banyak bicara tanpa didasari oleh sesuatu apapun. Ucapan merupakan
wujud dari adanya akibat atas olah pikir seseorang. Hasil buah pikir itulah
yang nantinya dikomunikasikan. Apa yang dipikirkan adalah sesuatu yang ada dan
yang mungkin dan yang dipikirkan itupun harus disesuaikan dengn ruang dan
waktunya.
Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa pembeda
manusia dengan makhluk lainnya adalah
pada akalnya. Inilah hal inti dari open
your mind before open your mouth.
Manusia memiliki hal yang tidak dimiliki oleh tumbuhan dan hewan yaitu akal
pikiran dan budinya. Oleh karena itu dalam konteks ini pola pikir tersebut
digunakan untuk menganalisis sehingga jawaban yang dihasilkan lebih fleksibel sesuai
konteks dan sopan terhadap ruang dan waktu. Manusia memiliki kemampuan
untuk menimbang dan memilih dalam
akalnya sehingga segala yang terucap merupakan hasil saringan atas segala hasil
olah pikirnya.
3. Penutup
Berdasarkan perkuliahan yang selama ini
saya jalani dalam matakuliah filsafat, maka saya menemukan notion open your mind before open your mouth. Hal ini karena seseorang dalam
menghasilkan ucapan untuk mereka komunikasikan adalah berdasarkan proses olah
pikir atas apa yang ingin diucapkannya tersebut. Kualitas ucapan yang
dihasilkanpun dipengaruhi oleh kualitas pikirnya. Oleh karena itu seorang filsuf,
Socrates pun mengungkapkan pentingnya open
your mind before open your mouth. Hal
ini memiliki makna bahwa penting kiranya bagi seseorang untuk mencobalah dulu,
baru cerita. Pahamilah dulu, baru menjawab. Pikirlah dulu, baru berkata.
Dengarlah dulu, baru beri penilaian. Bekerjalah dulu baru berharap.