Dalam perkuliahan kali ini, Azmi Yanianti mengatakan bahwa dirinya sudah beberapa kali mengikuti ujian filsafat dan nilai yang didapatkan memprihatinkan. Diapun mengungkapkan bahwa berfikir saja salah, apalagi tidak ? Sebenarnya apakah yang salah, fikiran saya atau bagaimana?
Berikut ini adalah penjelasan dari Prof Marsigit………….
Dalam filsafat dikenal istilah falibisme. Sustu ilmu pengetahuan dibangun karena adanya sesuatuyang salah. Dan yang salah itu adalah benar. Termasuk nilai jelek selama ujian, itu juga merupakan sesuatu benar di dalam filsafat. Apabila saat ditanya tidak mampu menjawab, itu pun adalah hal yang benar di dalam filsafat. Semua itu adalah bentuk dari falibisme dalam filsafat.
Tujuan dari ujian ata tes jawab singkat dalam filsafat adalah agar seseorang tidak berlaku smbong. Hal ini menegaskan pentingnya untuk selalu bersikap rendah hati khususnya dalam bidang keilmuan. Karena secara kemampuan keilmuwan, tidak ada yang mampu menguasai seluruh ranah ilmu, bahkan menguasai 1 ranah secara sempurnapun seseorang tidak mampu. Jadi, tidak ada alasan baginya untuk berlaku sombong.
Bagian yang perlu mendapat penegasan adalah bahwa rendah hati tidak sama dengan rendah diri. Di atas langit pasti masih ada langit. Kesombongan dalam diri manusia adalah suatu mitos. Jika seseorang telah berlaku sombong, maka dia telah termakan mitos. Agar tidak menjadi mitos, maka kesombongan itu harus diubah menjadi logos, caranya dengan senantiasa bersikap rendah hati dan mengakui bahwa segala yang dimiliki masih jauh dari kesempurnaan.
Jika dilanjutkan dengan pertanyaan tentang bagaimana pandangan filsafat tentang pemimpin yang baik yang diajukan oleh Evvy Lusiana, maka beginilah jawaban dari Prof Marsigit…………………..
Pemimpin berarti memimpin da nada yang dipimpin. Kedua hal tersebut adalah struktur dunia yang berdimensi. Dengan demikian, pemimpin dan yang dipimpin merupakan dua hal yang berstruktur dan berdimensi. Pemimpin merupakan dewa bagi orang yang dipimpin. Dengan kata lain Logika Para Dewa berarti Logika Para Pemimpin.
Dewa adalah pemimpin daksa. Jika dianalogikan, maka Aku adalah Dewa dan adikku adalah daksa. Dapat dikatakan pula bahwa aku adalah dewa bagi adikku. Dengan kata lain bagi adikku tersebut maka aku adalah transenden.
Jika ditelaah lebih dala, maka pemimpin adalah subyek kehidupan. Pemimpin yang baik juga merupakan sutau obyek dengan berbagai kriteria. Pemimpin membutuhkan pemikiran yang luassehingga jangkauan akalnya dapat menjangkau segala yang ada dan yang mungkin ada dalam ruang dan waktu. Tidak hanya itu, pengalaman yang banyak dan mendalampun menjadi suatu tuntutan bagi seorang pemimpin. Secara fisik pun seorang pemimpin harus kuat. Jikalau pemimpin lemah, terlebih pemimpin tersebut sakit-sakitan, maka yang dipimpin tidak akan mampu dipimpin dengan baik. Hal lain yang harus ada dalam pemimpin adalah bahwa dia harus senantiasa meningkatkan dimensinya untuk menggapai pemimpin yang baik. Akan tetapi, semilyar pangkat semilyarpun kita menguraikan maka sejatinya kita tidak akan mampu untuk menyebutkan sifat pemimpin yang baik. Hal ini karena pemimpin yang baik terikat pada ruang dan waktu yang berkaitan dengan upaya menterjemahkan dan diterjemahkan seagal ayang ada dan yang mungkin ada.
0 komentar:
Posting Komentar